Powered By Blogger

Senin, 24 November 2008

Menjamin kesehatan seksual dan reproduksi bagi orang dengan HIV dan AIDS

Oleh: Laily Hanifah

Data terakhir kasus HIV dan AIDS di Indonesia menunjukkan jumlah hampir 20.000 orang yang terinfeksi penyakit mematikan itu. Padahal, UNAIDS memperkirakan sudah ada 270.000 orang yang terinfeksi namun tidak terlaporkan atau tercatatkan, dengan demikian, kemungkinan jumlah kasus sebenarnya di Indonesia adalah 10 kali lipat dari yang tercatat di Departemen Kesehatan RI.  

Berbicara mengenai HIV dan AIDS tidak terlepas dari kerangka konsep yang dikembangkan sebelumnya, yaitu: 



Sesuai dengan kerangka konsep tersebut, maka hak, kebutuhan dan aspirasi individu tergantung dari tiga faktor penentu (determinant factors) yaitu 1)Konteks sosial & ekonomi; 2) Sistem kesehatan di masyarakat dan Negara; 3) Hukum dan kebijakan nasional dan internasional. 

1) Konteks sosial & ekonomi: termasuk masalah kemiskinan, ketimpangan dan kerentanan terkena HIV, ketimpangan dan ketidakadilan gender, stigma dan diskriminasi.

2) Sistem kesehatan di masyarakat dan Negara: termasuk penyediaan ARV yang berkesinambungan, desentralisasi, sikap dan kepedulian tenaga kesehatan, sumber daya manusia.

3) Hukum dan kebijakan nasional dan internasional. 

Ketiga faktor tersebut membutuhkan upaya yang serius untuk mengatasinya mengingat itu semua juga merupakan penyebab dari masalah kesehatan lainnya. Upaya yang dilakukan harus melibatkan koordinasi dari semua sektor pemerintah, tidak cukup hanya dijalankan oleh Departemen Kesehatan semata.  

Hak, kebutuhan dan harapan individu di antaranya: 

1. Keinginan untuk mempunyai anak tetap ada, umumnya berkaitan dengan jumlah anak yang mereka miliki sebelumnya

2. Pemeriksaan HIV haruslah sukarela dan termasuk konseling

3. Banyak perempuan mengetahui status mereka positif HIV saat pemeriksaan rutin kehamilan atau bahkan saat melahirkan yang berarti sudah sangat terlambat dan menunjukkan tingginya kebutuhan untuk skrining sebelum proses reproduksi dimulai 

4. Setelah mengetahui status HIV mereka, umumnya mereka menjadi tidak aktif seksual 

5. Perbedaan dalam pengalaman hidup dan seksualitas dari orang dengan HIV harus menjadi pertimbangan dan dapat diterima di semua pelayanan kesehatan. 

6. Perempuan dengan HIV berisiko lebih tinggi terkena komplikasi kesehatan reproduksi daripada yang tidak positif. 

7. Pengidap HIV cenderung berisiko lebih tinggi terinfeksi HPV dan IMS lainnya.

8. Pengidap HIV membutuhkan pelayanan kontrasepsi lainnya selain kondom 

9. Pengidap HIV perempuan mungkin saja mengalami kehamilan tidak diinginkan, harus disediakan pelayanan konseling agar dapat mengambil keputusan yang tepat. 

10. Pengidap HIV perempuan seharusnya diberikan pilihan metode melahirkan, baik secara normal ataupun operasi.

11. Pengidap HIV perempuan membutuhkan konseling untuk menyusui bayinya/tidak.

12. Kebutuhan untuk mencegah dan mengobati HIV dari pelayanan kesehatan yang terjamin kerahasiaannya. Pelayanan untuk laki-laki pengidap HIV dengan pasangan yang tidak positif dan sebaliknya masih terabaikan, padahal itu salah satu cara untuk mencegah penularan HIV.

13. Sunat laki-laki telah dianggap sebagai cara mengurangi risiko terinfeksi HIV pada laki-laki yang melakukan hubungan seks melalui vagina. 

14. Akses dan jenis pelayanan yang tersedia masih belum mencukupi. 

 

Sementara itu, terkait dengan pernyataan di atas, beberapa masalah yang dialami pengidap HIV terutama pada perempuan di Indonesia antara lain adalah:

• Stigma dan diskriminasi

– Ditolak saat memeriksakan kehamilan, persalinan, pap smear, KB, aborsi, periksa gigi

– Disebut namanya sebagai “Odha” di depan orang lain

– Tidak menerima perempuan sebagai pasien rawat inap di sebuah RS

• Tidak ada informed consent 

– Saat melahirkan dengan caesar langsung dilakukan sterilisasi (tubektomi)

– Sesudah melahirkan langsung diberi obat penyetop ASI

– Melahirkan dengan caesar, tidak dengan cara normal

 

• Tidak mendapatkan informasi/akses

– Tidak mengetahui status HIV sampai bayi atau anak mereka sakit dan meninggal

– Harus merawat anak dan suami yang sakit, sementara dirinya terlantarkan

– Ketergantungan ekonomi yang tinggi pada suami

 

Saran sederhana untuk pelayanan kesehatan reproduksi yang komprehensif, bebas stigma dan diskriminasi serta terjamin kerahasiaannya dilengkapi dengan penerapan universal precaution di antaranya mencakup penyediaan dan pemberian:

• Konseling dan alat kontrasepsi, termasuk kontrasepsi darurat

• VCT komprehensif termasuk pemeriksaan kadar CD4 dan Viral Load

• Pemeriksaan kehamilan (Antenatal care/ANC) dan rujukan untuk melahirkan, konseling menyusui dan jika tidak menyusui dengan alami, penyediaan susu. 

• Skrining dan pemeriksaan IMS, pap smear

• Pelayanan aborsi aman dan pelayanan pasca aborsi 

• ART (ARV dan obat anti infeksi oportunistik)

• Metadon

• Penanganan infertilitas: cuci sperma dan inseminasi buatan

• Pelayanan dukungan untuk korban kekerasan, termasuk kekerasan seksual.  









Sumber: Ensuring Sexual and Reproductive Health for People
Living with HIV: An Overview of Key Human Rights, Policy and Health Systems
Issues. Reproductive Health Matters. Volume 15, No.29 May 2007

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Video Proses Reproduksi