Powered By Blogger

Senin, 24 November 2008

Program 100% Penggunaan Kondom di Asia

Banyak alasan tidak efektifnya program-program pencegahan penularan HIV di beberapa negara, salah satunya adalah kegagalan menghadapi kerentanan terhadap kelompok infeksi tertentu. Hampir semua negara melarang praktik prostitusi, namun juga gagal meredam praktek-praktek prostitusi oleh pekerja seks. Hal itu menimbulkan kebutuhan alternatif akan pilihan program dalam pencegahan penularan HIV, termasuk promosi kondom dalam bisnis seks.

Program 100% penggunaan kondom adalah program gabungan antara pemerintahan daerah (pusat pelayanan kesehatan, kepolisian, dan gubernur) dan semua pelaku bisnis sex entertainment (pemilik, mucikari, dan pekerja seks) untuk bersama-sama menurunkan angka penularan HIV dan Infeksi Menular Seksual (IMS) dengan memastikan angka penggunaan kondom yang tinggi antara pekerja seks dan klien. Karakteristik utama dari program ini adalah pemberdayaan pekerja seks, di mana mereka akan berani bilang kepada klien yang datang “Tidak pakai kondom – Tidak ada Seks”. 

Ada tiga sektor utama yang bertanggung jawab dalam program ini, pertama adalah sektor kesehatan yang bertanggung jawab pada penyediaan kondom, pelayanan IMS, pendidikan dan informasi, pengumpulan data dan sistem pelaporan apabila ada penyedia jasa seks yang tidak kooperatif. Sektor kedua adalah kepolisian yang diharapkan bisa bekerja sama untuk tidak menangkap pekerja seks yang menjadi bagian dalam program ini, karena dalam program ini pekerja seks dianggap telah membantu negara dalam masalah kesehatan. Program ketiga adalah kordinator dari semua sektor, yaitu pemerintah daerah. 

Program ini dipelopori di Thailand pada tahun 1989, yang kemudian diimplementasikan di beberapa negara asia, seperti Kamboja, Vietnam, China, Myanmar, Philippines, Mongolia dan Republik Laos. Hanya Thailand dan Kamboja yang menjalankan program ini secara nasional dan berdampak pada penurunan kasus HIV. 

Pelaksanaan program di Thailand pada tahun 1989 di mulai di Ratchaburi, sebuah provinsi di Thailand Tengah. Dua tahun kemudian pada Agustus 1991 program ini diimplementasikan secara nasional. Rata-rata penggunaan kondom secara nasional meningkat dari 14% pada awal 1989 menjadi lebih dari 90% pada Juni 1992. Kasus IMS juga menurun menjadi kurang dari 15.000 kasus/tahun sejak tahun 2000 dari 400.000 kasus/tahun. Pada Juli 2004 di Pembukaan Internasional AIDS Congress, Perdana Menteri Thailand bahkan mengakui bahwa program ini telah mencegah lebih dari 5 juta infeksi HIV. 

Pelaksanaan program 100% penggunaan kondom di Kamboja dimulai pada Oktober 1998 di Sihanoukville, sebuah distrik yang banyak pekerja seksnya. Kemudian menjadi program nasional pada tahun 2001. Program ini berhasil menurunkan prevalensi HIV dan IMS di kalangan pekerja seks dan klien. 

Program ini juga dilaksanakan di beberapa negara asia lainnya, seperti Filipina pada tahun 1999 di tiga kota yaitu Angeles, General Santos dan Cebu, kemudian berkembang menjadi 14 daerah. Vietnam melaksanakan pilot project program ini di Halong City, Quang Ninh dan Can Tho di tahun 2000, dan telah berkembang di 21 provinsi. Pada tahun yang sama program ini juga dimulai di China di daerah yang diestimasikan terdapat 1.900 sampai 2.000 pekerja seks, yaitu daerah Huangpi dan Jinjiang, kemudian pada pertengahan 2006 sudah lebih dari 10 provinsi menjalankan program ini. 

Negara asia lain yang menjalankan program 100% penggunaan kondom adalah Myanmar pada awal tahun 2001 di kota Bago, Pyay, Kwathaung dan Tachileik, kemudian berkembang ke 152 kota lainnya pada awal 2006. Terdapat laporan penggunaan kondom pada pekerja seks meningkat dari 60,7% (2001) menjadi 91,0% (2002), juga terdapat penurunan prevalensi sifilis dari 6% menjadi 3%. 

Mongolia juga melaksanakan program ini pada pertengahan 2002 di daerah Darkhan, dan diharapkan dilaksanakan di seluruh negeri pada akhir tahun 2008. Negara lainnya yang juga melaksanakan program ini adalah Laos yang dimulai pada Juli 2003 di provinsi Savannakhet. 

Aspek yang penting dalam program ini adalah tipe dari pekerja seks, harus dilihat apakah pekerja seks yang ikut dalam program ini apakah merupakan yang terorganisir atau menjadi pekerja tetap di tempat-tempat pelayanan seks, seperti lokalisasi, hotel (langsung/direct) atau dari bar, diskotik atau tempat hiburan (tidak langsung/indirect). Sangat sulit memantau pelaksanaan program apabila tipe pekerja seks adalah freelence atau yang suka menjajakan diri di jalanan karena mobilitas mereka yang tinggi hingga sulit dimonitor. 

Aspek lainnya yang perlu diperhatikan adalah kampanye program lewat media. Kondom dan layanan pekerja seks adalah hal yang sangat tabu bahkan ilegal di banyak negara. Untuk menyebarkan kampanye lewat media juga harus dilihat peraturan dan perundang-undangan yang berlaku pada negara yang bersangkutan. 

Aspek yang sangat penting juga adalah tersedianya kondom dalam program ini, karena dibutuhkan sistem pendistribusian yang efektif guna menunjang kebutuhan akses pekerja seks dan klien terhadap kondom agar tidak terputus. Pada program ini kondom dibagikan secara gratis. 

Hal-hal positif yang terbangun dari program ini adalah pihak berwenang tidak menutup mata atas keberadaan bisnis seks walau ilegal, asalkan tidak menyebarkan HIV ke masyarakat umum. Bagi pekerja seks program ini melindungi mereka dan memiliki kekuatan untuk menolak risiko penularan HIV. 

Program 100% penggunaan kondom memang bukan ukuran target harus 100%, ini hanya merupakan visi untuk memaksimalkan penggunaan kondom agar mengurangi penularan HIV. Hal yang menjadi perhatian saat ini adalah berkembangnya isu hak asasi manusia (HAM), karena dalam program ini pekerja seks wajib menjalani pemeriksaan IMS, terkadang isu HAM membuat pekerja seks merasa tidak memiliki kewajiban untuk memeriksakan dirinya. Juga klien yang tidak mau memakai kondom, bahkan klien sering menawarkan bayaran tambahan kepada pekerja seks agar tidak menggunakan kondom. 

Indonesia nampaknya sulit menjalankan program ini, karena ada pengaruh moral/agama dalam segala keputusan pengambil kebijakan. Hukum di Indonesia jelas-jelas melarang segala praktik prostitusi walau kenyataannya praktik ini sangat mudah ditemukan. Program sosialilasi kondom untuk pencegahan HIVpun sudah dilakukan, namun banyak terjadi pertentangan di masyarakat. 

Padahal jika Indonesia mau belajar dari negara asia lain yang sudah melaksanakan program ini akan sangat membantu meningkatkan pencegahan kasus HIV dan IMS, karena negara-negara tersebut juga menetapkan bisnis seks sebagai sesuatu yang ilegal, namun tidak harus menutup mata tapi tetap bertindak demi kesehatan penduduknya. 

Menurut Dr. James Chin, seorang Epidemiolog dan Editor di American Public Health Association’s, untuk memastikan penularan HIV tidak akan muncul atau berlanjut di negara-negara Asia Pasifik adalah dengan implementasi penuh program 100% penggunaan kondom pada hubungan seks baik komersial maupun tidak dalam program-program kesehatan masyarakat. Program ini sangat dibutuhkan pada negara yang memiliki angka prevalensi HIV yang tinggi maupun negara yang sekarang memiliki prevalensi HIV rendah.

 

Diolah oleh: Ahmad Fauzi

Judul asli: The 100% Condom Use Programme in Asia

Ditulis oleh: Wiwat Rojanapithayakorn

Artikel dimuat di Reproductive Health Matters 2006;14(28):41-52

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Video Proses Reproduksi