Powered By Blogger

Selasa, 25 November 2008

Tes untuk HIV/AIDS

Prinsip tes HIV adalah mendeteksi keberadaan virus HIV atau mendeteksi antibodi terhadap HIV yang dihasilkan tubuh.

Antibodi terhadap HIV baru timbul setelah 2 minggu sampai 6 bulan setelah terjadinya infeksi HIV. Waktu antara terjadinya infeksi dengan mulai munculnya antibodi terhadap HIV disebut serokonversi atau periode jendela (window period). Selama periode ini, infeksi HIV dari penderita masih dapat menulari orang lain, walaupun pemeriksaan antibodi HIV dalam darahnya menunjukkan hasil negatif.

Beberapa tes yang digunakan untuk pemeriksaan HIV adalah :

  • ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay). Tes ini biasanya merupakan tes pertama untuk pemeriksaan HIV. Jika antibodi yang ditemukan positif HIV, maka dilakukan tes lanjutan untuk mengkonfirmasi diagnosis. Tetapi jika ELISA negatif, tes lanjutan biasanya tidak dilakukan.
  • Western blot. Tes ini lebih sulit daripada ELISA. Tes ini dilakukan untuk mengkonfirmasi jika dua tes ELISA sebelumnya menunjukkan hasil positif.
  • PCR (polymerase chain reaction). Pemeriksaan ini bertujuan untuk menemukan materi genetik HIV, jadi bukan antibodi yang dihasilkan oleh HIV. Oleh karena itu, tes ini dapat segera dilakukan pada infeksi yang baru saja terjadi. Sayangnya, tes ini butuh tenaga terampil untuk mengoperasikannya dan peralatannya relatif mahal. Tes PCR biasanya dilakukan jika tes hasil tes antibodi meragukan, atau untuk skrining darah atau organ donor.
  • IFA (indirect fluorescent antibody). Prinsip tes ini juga untuk mendeteksi antibodi HIV. Seperti halnya western blot, tes ini digunakan untuk mengkonfirmasi hasil ELISA. Tes ini lebih mahal dari pada western blot dan jarang digunakan.

Tes biasanya dilakukan 6 minggu, 3 bulan, dan 6 bulan setelah paparan untuk menentukan apakah seseorang telah terinfeksi HIV.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Video Proses Reproduksi